:::: MENU ::::

The Sultan Center for World Affairs

  • Diplomacy

  • Friendship

  • Cooperation

Wednesday, April 26, 2006

  • 11:18 AM
Denyut aktivitas nuklir Iran berawal sejak masa pra revolusi Islam. Tahun 1956, negeri Persepolis ini mengesahkan pendirian Pusat Atom Universitas Tehran yang kemudian disusul dengan terjalinnya perjanjian perdana antara Iran dan AS untuk kerjasama nuklir. 11 tahun kemudian, AS mengoperasikan sebuah reaktor berkapasitas 5 megawatt untuk riset dan kegiatan akademi Universitas Tehran.

Namun begitu, dalam pendirian reaktor itu AS menerapkan limitasi ekstra ketat pada mekanisme keterlibatan dan kerjasama para teknisi Iran. AS sama sekali tidak memperkenankan para teknisi Iran yang tidak menguasai teknologi ini terlibat dalam penginstalan dan pengoperasian reaktor.

Tahun 1971, Rezim Shah Pahlevi menjalin sejumlah kontrak nuklir lain dengan beberapa negara Eropa, termasuk untuk pembangunan reaktor Bushehr dengan Jerman, dan reaktor Darkhoin dengan Perancis, suplai bahan bakar nuklir dengan AS, pembelian saham perusahaan Ordif.

Namun, semua kerjasama dan kontrak itu menguap setelah rezim Pahlevi terguling oleh deru Revolusi Islam. Negara-negara Barat itu tidak sudi lagi melanjutkan kerjasama dengan Iran. Iran yang berubah menjadi Republik Islam lantas menggandeng negara-negara lain untuk merampungkan pembangkit tenaga nuklirnya. Tapi di kemudian hari sebagian besar negara mitra baru Iran itu terpaksa membatalkan dan sebagian lain membatasi kerjasamanya dengan Iran akibat derasnya tekanan AS dan Barat.

Dalam situasi serba ironi itu, Iran ternyata tetap berusaha memajukan proyek nuklirnya , tetapi kali ini dengan hanya mengandalkan kemampuan anak bangsa sendiri. Nyatanya, Iran malah berhasil menguasai teknologi eksplorasi tambang uranium dan mengkonversikan uranium menjadi “adonan kuning” (yellow cake) atau konsentrat uranium.

Selanjutnya, Iran merampungkan Pabrik Konversi Uranium (USF) di Isfahan dan mengoperasikan unit-unitnya. Di saat yang sama, pemerintah Teheran juga mengupayakan pembangunan mega instalasi nuklir Natanz untuk pengayaan uranium. Melalui proyek ini Iran berhasil menguasai teknologi pembangunan dan pemasangan peralatan dan mesin-mesin sentrifugal yang diperlukan untuk proses pengayaan uranium.

Di luar beberapa kegiatan tersebut, para arsitek nuklir Iran juga berhasil mendesain dan mengoperasikan instalasi dan reaktor air ringan di Arak. Dan walaupun sudah menguasai teknologi siklus bahan bakar dan pengayaan uranium melalui mesin-mesin sentrifugal, Iran masih berusaha menggunakan beberapa mekanisme lain untuk pengayaan uranium. Hasilnya, Iran mampu memperkaya uranium melalui sistem laser, kendati masih dalam batas laboratorium.

Tak seperti pada era pra Revolusi Islam, teknologi nuklir Iran pasca Revolusi sudah sepenuhnya mempribumi dan tak lagi bergantung pada luar negeri. Para arsitek Iran sudah mutlak menguasai teknologi ini sehingga mampu mengembangkan dan meningkatkan taraf kecanggihannya. Di era pra Revolusi, aktivitas nuklir Iran sepenuhnya bergantung dan berada di bawah pengawasan ketat AS dan Barat. Mereka tidak meluangkan peranan apapun untuk para arsitek Iran. Lagi pula, program nuklir Iran saat itu tidak keluar dari batasan pembangkit listrik dan bahkan relatif tidak pernah naik dari taraf akademik. Pada dasarnya, rezim Pahlevi dan negara-negara asing pendukungnya memang tidak memiliki niat apapun untuk mencetak kemampuan Iran dalam iptek nuklir.

Pasca Revolusi Islam, didukung oleh pengembangan instalasi-instalasi pembangkit nuklir serta pesatnya peningkatan kuantitas, kualitas, dan iptek nuklir Iran, negara ini mulai mengupayakan terobosan untuk memasuki bidang siklus produksi bahan bakar nuklir dan berbagai aspeknya. Berkat pertolongan Ilahi, Iran berhasil menguasai semua aspek teknologi nuklir. Pada tanggal 11 Februari 2003 ( 22 Bahman 1381 HS) , Iran mendeklarasikan kemampuannya memperkaya uranium.

Secara faktual, beberapa poin berikut ini patut dicatat;

1.Teknologi nuklir berhasil diraih Iran berkat teguhnya kepercayaan para pejabat dan ilmuan nuklir negara ini kepada potensi, kemampuan dan jerih payah mereka. Semua prestasi itu terus dipelihara dengan dukungan rakyat dan manajemen para pejabat Iran. Keteguhan dan resistensi rakyat Iran di depan tekanan asing diakui sebagai faktor utama terpeliharanya semua prestasi itu. Pemerintah dan rakyat Iran tak pernah mundur dalam mempertahankan haknya di bidang nuklir sipil sesuai dengan perjanjian-perjanjian internasional, Piagam Badan Energi Atom Internasional (IAEA), serta prinsip kedaulatan nasional Iran sendiri. Resistensi dilakukan baik pada tahap pengupayaan dan pencapaian teknologi nuklir maupun pada tahap pengebangannya.
Sesuai pasal keempat Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT), Iran berhak mendayagunakan teknologi nuklir untuk kepentingan damai. Lebih dari itu, negara-negara yang memiliki teknologi nuklir bahkan berkewajiban membantu negara-negara yang belum memiliki teknologi tersebut. Iran juga membayar iuran tahunan keanggotaan kepada IAEA dan oleh karenanya Teheran berhak memiliki dan mengembangkan teknologi nuklir sipil.

Di luar konteks ketentuan internasional, terdapat konteks lain yang juga menuntut pemerintah Iran untuk memprioritaskan kepentingan nasional, yaitu konteks kedaulatan nasional dan independensi negara. Karena tak ada satu negara pun patut menyerahkan masalah keamanan dan kepentingan nasionalnya kepada pihak asing. Dan dalam konteks ini pula,

masalah pendayagunaan teknologi nuklir menjadi sangat krusial bagi Iran ketika negara ini harus memenuhi kebutuhannya kepada perkembangan di pelbagai bidang ekonomi, sosial, dan iptek.

Pada masa mendatang, teknologi nuklir akan menggeser posisi bahan bakar fosil untuk memenuhi keperluan energi dunia. Kini pun, banyak negara yang sudah menyiapkan diri dengan menambah jumlah instalasi nuklirnya. Industri nuklir dinilai sangat krusial mengingat teknologi nuklir melingkupi 200 bidang industri dan 500 kajian saintifik.

2. Sampai saat ini, Barat berupaya mencegah keberhasilan Iran di bidang nuklir. Dalam menindaklanjuti kasus nuklir Iran, Barat sama sekali tidak menggunakan parameter dalam NPT maupun IAEA, melainkan menggunakan cara-cara arogan. Bahkan, Barat tak segan-segan bertindak di luar aturan internasional. Secara keseluruhan, Barat menerapkan standar ganda dalam kasus nuklir Iran.

Sebelum kemenangan Revolusi Islam Iran, Barat mendukung pembangunan instalasi nuklar di Iran. Namun, pasca kemenangan Revolusi Islam Iran, Barat justru menentang pembangunan instalasi tersebut. Meski aktivitas nuklir Iran diawas oleh IAEA dan tidak menyeleweng dari NPT, Barat selalu menunjukkan interferensi terhadap progam nuklir Iran, dan di saat yang sama, Barat menjalin kerjasama nuklir dengan negara-negara lain termasuk India dan Pakistan yang justru bukan anggota NPT. Bahkan dalam kasus nuklir Rezim Zionis, Barat memberikan berbagai bantuan kepada Tel Aviv.

Barat juga tidak menunjukkan reaksinya atas aktivitas nuklir Rezim Zionis yang telah memproduksi 200 hulu ledak nuklir, atau aktivitas nuklir Korea Selatan yang diam-diam telah menghasilkan pengayaan plutonium hingga 90 persen. Sedangkan terhadap program nuklir Iran, sikap Barat cenderung arogan. Jangankan soal reaktor nuklir, terhadap pembangunan reaktor listrik air ringan di Iran Barat pun Barat masih juga menentang. Barat menolak melanjutkan pembangunan dua reaktor nuklir di Iran yang prosesnya dimulai sejak sebelum kemenangan Revolusi dan sudah mencapai 60 persen. Tidak hanya itu, mereka juga mencegah negara-negara lain termasuk Rusia melanjutkan proyek tersebut.

Dualisme tersebut menunjukkan kentalnya fenomena rasisme dalam politik Barat. Di saat 50 ton uranium milik Iran disita dan disimpan di gudang-gudang di Jerman, serta 10 persen saham milik Iran di perusahaan pengayaan uranium Perancis dibekukan, Inggris dan Perancis malah memberikan bantuan teknologi nuklir secara ilegal kepada Rezim Zionis.

3. Dalam dua dekade terakhir, Republik Islam Iran telah menunjukkan itikad baiknya guna meyakinkan masyarakat internasional soal status damai program nuklir Teheran. Dua tahun lalu, Iran berunding dengan Eropa dan salah satu poinnya adalah masalah nuklir. Dalam perundingan yang berlangsung selama sembilan hari itu, kedua pihak membahas program nuklir Iran dari berbagai segi termasuk masalah transparasi.

Pada saat yang sama, IAEA juga mengawasi seluruh instalasi nuklir Iran. Sepuluh tahun lalu Iran menandatangani Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT). Di samping itu, Iran juga menandatangani berbagai perjanjian nuklir termasuk Konvensi Larangan Ujicoba Senjata Nuklir (CTBT), Konvensi Larangan Perluasan Senjata Biologi (CWC), dan lain-lain. Melalui perjanjian tersebut, Republik Islam Iran ingin menunjukkan kepada dunia bahwa progam nuklirnya sepenuhnya bertujuan damai.

Meski demikian, sejak akhir tahun 2001 Barat meningkatkan agitasi dan tekananya terhadap progam nuklir Iran dengan dalih bahwa Iran akan menyalahgunakannya untuk memproduksi senjata destruksi massal. Guna mengubah persepsi negatif masyarakat internasional soal program nuklir Iran akibat propaganda AS, serta menunjukkan bahwa progam nuklir Iran berjalan sesuai ketentuan IAEA, Replubik Islam Iran menggalang kebijakan transparansi.

Dalam rangka transparansi dan menggalang kepercayaan internasional, Iran mulai menjalin kerjasama penuh dengan IAEA, dengan melakukan berbagai langkah berikut ini;

1_3_ Secara sukarela menandatangani Protokol tambahan. Hal ini dilakukan Iran di saat banyak negara anggota IAEA yang belum nemandatanganinya. bahkan AS tidak bersedia menandatangani dan mengesahkannya.

2_3_ Menjalin kerjasama yang lebih dari ketentuan dan aturan IAEA.

3_3_ Membuka pintu bagi dilakukannya inspeksi oleh IAEA lebih dari 1600 orang/hari. Artinya, setiap harinya rata-rata tiga ispektur IAEA melakukan pengawasan terhadap instalasi nuklir Iran.

4_3_ Memberikan laporan setebal 1030 halaman mengenai seluruh aktivitas dan program nuklir yang dijalankan oleh Iran. Padahal selain itu sudah ada laporan secara berkala dan di setiap moment baik melalui lisan maupun dalam pertemuan-pertemuan resmi.

5_3_ Memberikan kesempatan untuk melakukan interview dengan para ahli nuklir dan para petugas pusat-pusat instalasi nuklir.

6_3_ Mengizinkan tim inspeksi IAEA untuk memeriksa sejumlah pusat militer Iran.

7_3_ Secara sukarela menangguhkan seluruh aktivitas nuklir, termasuk aktivitas pembuatan perlengkapan, riset, instalasi Natanz, pusat UCF Isfahan, dan ... yang kesemuanya dilakukan dalam rangka meyakinkan status damai aktivitas nuklir Iran.

Semua langkah ini menunjukkan bahwa tidak ada penyimpangan dalam program nuklir yang dijalankan oleh Republik Islam Iran, dan fakta ini juga dikukuhkan oleh laporan-laporan yang dibuat oleh Dirjen IAEA.

Meski Iran telah melakukan langkah-langkah tersebut, akan tetapi AS dan Eropa tetap tidak bisa diyakinkan dan bahkan terus menuntut Iran untuk menghentikan aktivitas pemutaran bahan bakar nuklir. Negara-negara tersebut juga tetap melanjutkan kebijakan permusuhannya terhdap Iran.

4_ Dalam kacamata Barat terutama AS, jika Iran berhasiol mengukuhkan teknologi nuklir dan berhasil melampaui seluruh tahapan pengembangannya, kekuatan nasional Iran di satu sisi dan pengaruhnya di tingkat regional dan global akan mengalami perubahan yang sangat besar. Hal ini pernah disinggung oleh ketua Lembaga Riset Strategis Prancis dengan mengatakan, "Faktor utama yang mendorong AS untuk mengganjal upaya Iran di bidang teknologi nuklir sangat erat kaitannya dengan kemampuan strategis Iran. Kemampuan inilah yang akan menempatkan Iran menjadi kekuatan besar di kawasan."

Penilaian yang sama juga disampaikan oleh para pejabat tinggi dan teorisi strategi AS dalam berbagai tulisan mereka, yang salah satunya adalah Iznstein, penanggung jawab rencangan operasi intelejen dan militer di Departemen Pertahanan AS Penatgon. Dalam sebuah yang panjang ia menulis, "Jika Iran berhasil meraih teknologi nuklir, AS akan mendapatkan tantangan yang besar untuk mencegah Iran berteknologi nuklir dari langkah memanfaatkan kemampuan nuklirnya untuk melebarkan pengaruh politik."

Alasan penentangan Barat terhadap aktivitas nuklir Iran tidak terbatasi pada poin-poin yang telah disebutkan. Meski demikian, dengan berbagai alasan Barat terutama AS mengerahkan segala daya dan kemampuan untuk memaksa iran menghentikan aktivitas nuklirnya.

Masalah ekonomi dijadikan alat untuk menghadapi Iran. menurut para perancang kebijakan menekan Iran, lemahnya perekonomian akan bisa memaksa Iran untuk melupakan proyek-proyek besar semisal proyek teknologi nuklir. Bill Wight, deputi Menteri Energi AS dalam hal ini mengatakan, "Saya sangat berhasrat menyaksikan perekonomian Iran semakin hari semakin melemah sehingga tidak banyak mengeluarkan dana inkonvensional untuk mempersenjatai diri."

Tentunya harus diingat bahwa AS dan Barat telah mengembargo iran dengan berbagai macam embargo teknologi termasuk produk-produk yang memiliki fungasi ganda, juga embargo keuangan, investasi dan layanan jasa dan sebagainya. Langkah penyempurna bagi AS adalah mengucilkan Iran dari dunia internasional. Di antara sederet langkah yang dilakukan oleh AS dalam hal adalah; memanupilasi ketentuan hukum yaitu dengan memanfaatkan isu protokol tambahan dan memaksa Iran segera menandatangani serta mengesahkannya, menyusun undang-undang mengenai terorisme nuklir dan menisbatkannya ke negara-nehgara semisal iran, menekan IAEA untuk menghentikan kerjasama teknisnya dengan Iran, dan berbagai langkah lainnya. Akan tetapi semua langkah AS tersebut tidak berhasil melucuti Iran dari teknologi nuklir.

Sejak Iran mengumumkan keberhasilannya menguasai teknologi nuklir, kebijakan Barat dalam mencegah dan menggukujhg proytek nuklir Iran memasuki tahap baru. Untuk ini, barat telah mempersiapkan tiga tahap, yaitu, penangguhan, penghentian dan pemusnahan. Dalam melaksanakan rencana ini AS masuk ke medan dengan memerankan polisi jahat sementra Eropa masuk dengan perannya sebagai pihak yang ingin menyelesaikan masalah dengan cara yang terbaik. Dengan cara ini Barat membuka front melawan proyek nuklir Iran. AS menjasikan pelimpahan isu nuklir Iran ke meja Dewan Keamanan PBB sebagai langkah akhir, sementara Eropa memilih cara untuk bermain tahap demi tahap.

Antara Februari dan Maret tahun 2005, Barat menyangka bahwa mereka telah berhasil mewujudkan target dalam permainan ini. Karenanya, mereka lantas secara terbuka mengumumkan bahwa Iran hanya dapat meyakinkan dunia akan iktikad baiknya jika negara ini mengurungkan niatnya untuk memproduksi bahan bakar nuklir sendiri. Untuk itu pada bulan Juni 2005, Eropa secara tertulis menuntut Iran untk menghentikan aktivitas nuklirnya.

5_ Setelah niat Eropa yang sebenarnya terlihat jelas dan Iran sampai pada kesimpulan bahwa haknya tidak mungkin akan diperoleh melalui meja perundingan dengan Eropa, dan menyusul perubahan di Iran pasca pemilu, Tehran melakukan perubahan yang signifikan dalam kebijakannya menyangkut program nuklir.

Dengan kata lain, mempertahankan penangguhan seluruh aktivitas nuklir sama akan berakhir dengan kegagalan Iran memperoleh teknologi nuklir yang sudah menjadi hak negara ini. Dalam kondisi seperti inilah, Republik Islam Iran mengubah pola permainan dengan pertama-tama membuka segel instalasi UCF di Isfahan. Langkah berikutnya adalah memulai kembali riset nuklir dan langkah ketiga membatalkan pelaksanaan isu protokol tambahan yang sebelumnya dilakukan secara sukarela. Sejurus kemudian Presiden Republik Islam Iran mengeluarkan instruksi untuk memulai kembali seluruh aktivitas yang berkenaan dengan program nuklir.

Negara-negara Eropa menghentikan perundingannya dengan Teheran dan mengadakan sidang darurat Dewan Gubernur lalu mengeluarkan resolusi bernada keras terhadap Iran. Namun kekokohan bangsa Iran di hadapan tekanan Barat akhirnya membuat Barat mengurangi tuntutannya terhadap Iran. Melihat kekokohan Republik Islam Iran dan ketidakpedulian Iran terhadap langkah Barat menyerahkan dokumen nuklir Iran kepada Dewan Keamanan PBB membuat Barat terpaksa mengambil langkah mundur, yaitu mengakui hak Iran dalam membangun instalasi untuk memperkaya uranium (UCF) di Isfahan dan memproduksi uranium hexafluoride. Namun, mereka menetapkan syarata agar proses itu dilakukan di luar wilayah Iran.

Syarat ini diikuti oleh propsal Rusia yang berisi tawaran agar Iran melakukan pngayaan uraniumnya di Rusia. Dan sejak saat itu pula, tekanan Barat ditujukan untuk menekan Iran agar menerima tawaran Rusia itu, Namun sejak awal Iran telah menegaskan bahwa pengayaanuranium adalah bagian dari kepntingan bangsa dan karenanya, Iran menentang proposal itu, serta mengumumkan bahw aproposal itu bisa diterima hanya jika proses itu menjadi pelengkap dari proses pengayaan uranium yang dilakukan di Iran. Menghadapi ketegasan sikap Iran ini, akhirnya Barat mengadakan sidang darurat IAEA danmengeluarkan resolusi yang melaporkan masalah nuklir Iran ke Dewan Keaamanan PBB.

6. Tidak diragukan lagi, melalui cara apapun, baik melalui Dewan Keamanan PBB atau cara-cara lain, Barat tidak berhasil menekan Iran agar menghentikan proyek nuklirnya. Para pengamat dan analis Barat banyak yang menilai bahwa serangan militer, embargo ekonomi, atau penyerahan dokumen nuklir Iran kepada Dewan Keamanan PBB tidak akan bisa menyelesaikan permasalahan nuklir Iran. Mereka bahkan berpendapat bahwa Republik Islam Iran yang didukung oleh kekuatan militer yang tangguh, dukungan rakyat, sumber daya alam, dan posisi strategis di Timur Tengah, telah menjadi sebuah kekuatan yang tidak akan bisa ditaklukkan dengan serangan militer.

Selain itu, para pengamat dan analisis politik juga memperingatkan pemerintah negara-negara Barat bahwa langkah-langkah anti Iran, seperti embargo ekonomi atau serangan militer, akan menimbulkan dampak yang sangat dahsyat di dunia. Mereka menyimpulkan bahwa bagi bangsa Iran, maslah nuklir telah menjadi sebuah masalah yang berkaitan dengan harga diri bangsa dan bangsa Iran tidak akan mundur satu langkahpun dari tekadnya untuk menguasai teknologi nuklir. Itulah sebabnya para analis politik itu menyimpulkan bahwa serangan militer terhadap Iran hanya akan membuat masalah lebih rumit.

Untuk itu, langkah yang diambil Barat kini hanyalah sebatas perang psikologis. Mereka tak henti-hentinya melakukan propaganda negatif mendiskreditkan Iran dan melemparkan ancaman-ancaman kosong soal perang. Yayasan The Heritage Foundation di AS dalam masalah ini bahkan memberikan saran kepada Gedung Putih sbb."Untuk melemahkan pertahanan rakyat Iran harus dilakukan perang psikologis di dalam negeri Iran sendiri, khususnya terhadap kaum muda Iran."

Strategi baru yang dilakukan Barat terutama AS untuk 'menggulung proyek nuklir Iran' memiliki tiga tujuan utama. Pertama, menciptakan opini di tengah bangsa Iran mengenai dampak buruk bila pemerintah Iran terus bertahan di hadapan tekanan Barat dan opini bahwa penguasaan atas teknologi nuklir sama sekali tidak ada faedahnya. Kedua, menciptakan jurang antara pemerintah dan rakyat. Ketiga, memperlemah pemerintahan Iran.

Oleh karena itu, mempertahankan keberhasilan dalam penguasaan teknologi nuklir yang selama ini telah dicapai dengan dukungan rakyat kini merupakan masalah yang sangat penting untuk dilakukan pemerintah Iran. Pemerintah harus terus berusaha mengingatkan masyarakat bahwa hak bukanlah sesuatu yang diberikan pihak lain, melainkan sesuatu yang harus diambil atau diperjuangkan. Dalam rangka inilah, bangsa Iran harus terus berjuang dan bertahan melawan berbagai tantangan dalam untuk meraih haknya di bidang nuklir. Berdasarkan ajaran agama, keimanan dan tekad kuat untuk terus berjalan di jalan yang telah dipilih rakyat, akan menjadi faktor penentu bagi kemenangan.
loading...
A call-to-action text Contact us